JATIMPOS.CO/KABUPATEN MADIUN — Ratusan siswa SMA/SMK dan MA memadati halaman Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Madiun, Rabu (19/11/2025). Hari kedua Festival Literasi 2025 ini memang dirancang khusus bagi Gen Z—kelompok usia yang sejak kecil akrab dengan telepon pintar dan internet. Suasana pagi kian meriah dengan penayangan video profil dinas serta beragam pertunjukan pencak silat, tari, teater, hingga penampilan band lokal Tiga Dara.

Agenda utama adalah Talk Show Literasi Digital menghadirkan Prisca Meilasari, dosen Program Studi Bahasa Inggris Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS), dengan moderator Winda Putri Wardani. Prisca membuka materinya dengan pertanyaan yang langsung menyentuh keseharian pelajar: “Gen Z versus internet… kalian yang mengendalikan internet, atau internet yang mengendalikan kalian?”

Menurutnya, penggunaan internet belasan jam sehari membuat banyak remaja tak sadar sudah dikuasai teknologi. Dari kondisi itu, ia menegaskan pentingnya literasi digital yang mencakup empat pilar utama: Digital Skills, kemampuan mengoperasikan perangkat dan teknologi; Digital Ethics, kesadaran etika dan jejak digital; Digital Safety, kemampuan melindungi diri dari risiko siber; serta Digital Culture, perilaku berbudaya saat berinteraksi di ruang digital.

Prisca juga menyinggung fakta bahwa 230 juta warga Indonesia terkoneksi internet pada 2025, menunjukkan betapa kuatnya peran dunia digital dalam kehidupan sehari-hari. “Internet sudah menjadi bagian dari diri kita. Karena itu, generasi muda harus mampu menguasai teknologi, bukan sebaliknya,” ujarnya.

Di sisi lain, Festival Literasi 2025 menjadi momentum penting bagi Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Madiun untuk menampilkan wajah barunya.

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Madiun, Kus Hendrawan, menjelaskan bahwa sasaran peserta hari kedua sengaja difokuskan pada pelajar SMA/SMK dan MA agar mereka mengenal transformasi perpustakaan masa kini.

“Perpustakaan sekarang berbeda. Tidak lagi sekadar tempat membaca atau meminjam buku. Paradigmanya berubah menjadi pusat peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan,” katanya.

Ia menyebut upaya dinas membangun digital talent pool, yaitu ruang untuk menjaring dan mengembangkan keterampilan digital masyarakat muda, mulai dari konten kreator hingga IT.

Untuk mendukung itu, perpustakaan menyediakan berbagai fasilitas gratis: perpustakaan anak, ruang multimedia, ruang dongeng, digital lounge, serta sejumlah fasilitas lantai dua seperti perpustakaan umum, ruang referensi, mini 3D theater, dan ruang baca. Ada pula ruang podcast, studio mini 3D, coworking space, ruang pelatihan keterampilan, dan akses Wi-Fi berkapasitas besar yang dapat digunakan pelajar, mahasiswa, maupun masyarakat umum. Beberapa sekolah dan pondok pesantren bahkan telah menjalin kerja sama pemanfaatan fasilitas komputer dan ruang belajar di perpustakaan.

Berbagai bimbingan teknis (bimtek) juga digelar secara berkala, mulai dari pelatihan konten kreator, digital printing, hingga sablon 3D. “Kami ingin anak-anak memiliki bekal keterampilan untuk masa depan, entah memilih bekerja atau melanjutkan kuliah. Setiap pelatihan pasti membawa manfaat,” ujarnya.

Festival Literasi 2025 hari kedua pun menjadi potret bagaimana perpustakaan bertransformasi menghadapi tuntutan era digital. Tradisi membaca tetap dirawat, tetapi inovasi digital diperluas. Di tengah pelajar yang sibuk mengabadikan momen lewat ponsel, talk show ini mengingatkan bahwa literasi kini bukan hanya membaca dan menulis, melainkan kecakapan hidup di ruang siber yang terus berkembang.

Perpustakaan Kabupaten Madiun hadir bukan sekadar sebagai rumah buku, tetapi sebagai ruang belajar masa depan. (jum).