JATIMPOS.CO/SURAKARTA- Pemprov Jatim melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Jatim bekerjsama dengan Taman Budaya Jawa Tengah menyelenggarakan Rinengkuh Kinasih (Silaturahmi) pada Kamis malam (27/11/2025)di Pendopo Taman Budaya Jawa Tengah.

“Penyelenggaraan ini juga dalam rangka implementasi program DISBUDPAR JATIM dalam konservasi, pengembangan dan perluasan seni JawaTimuran di luar lokus utamanya,” kata Kadisbudpar Jatim Evy Afianasari.

Program ini bertujuan untuk menggali dan merawat budaya Jawa Timur yang dipelihara oleh komunitas-komunitas migran Jawa Timur di tempatnya eksis yang menghidupi identitas budaya asal dirinya (handarbeni)

Kegiatan berupa pertunjukan Tari yang mengisahkan tentang Adeging Majapahit berjudul Sang Wijaya: Forging The Authority of Wilwatikta Imperium.

Karya yang disusun sebagai hasil elaborasi komunitas jawa timur di Surakarta yang berkonsentrasi pada rekayasa artistik budaya Jawa timuran. Karya digawangi oleh 3 seniman ternama, yaitu Anggono Kusumo Wibowo, Bagus “Cakil’ Bagaskoro, Dwi Suryanto (Dalang Gendut Berijazah).

Karya didukung oleh 70 personil, yang terdiri dari penari, pemusik, crew dan pendukung karya lainnya. Karya ini diproses selama kurang lebih 2 bulan baik dari riset untuk penyusunan naskah, vokabuler gerak, dramaturgi, musikal dan artistik pemanggungan. Karya ini dipentaskan mulai pukul 19.00 dengan durasi kurang lebih 1,5 jam.

Di Ambang Keruntuhan
Pada Rinengkuh Kinasih itu dikisahkan diambang keruntuhan Singasari dan di tengah gempuran badai invasi, Otoritas menjadi sirna, berganti menjadi kekacauan, pengkhianatan, dan perebutan kuasa yang brutal dan bermuara pada nihilnya maruah.

Dari serpihan bara, Wijaya Narpati bangkit menjadi arsitek kekuasaan yang ulung. Ia Dihadapkan pada musuh dari luar dan intrik dari dalam. Ia dipaksa untuk meraih kekuasaan, dan menempa otoritasnya sendiri dari ketiadaan.

Ini adalah kisah tentang bagaimana otoritas sejati dibentuk—bukan diwariskan atau diberikan, tetapi ditempa dengan keringat, darah, dan visi yang membara untuk melahirkan Imperium Wilwatikta.

Saksikanlah perjalanan visioner Sang Wijaya. Melalui strategi diplomasi yang tajam, ketangguhan di medan laga, dan kecerdasan menyatukan yang tercerai-berai, ia mentransformasi kekacauan menjadi tatanan, dan merestorasi intrik menjadi koalisi.

Ada juga atraksi Tari Glipang, yakni tarian tradisional yang berasal dari Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Nama "Glipang" dipercaya berasal dari kata bahasa Arab "Gholiban" yang berarti kebiasaan, merujuk pada kebiasaan masyarakat setempat yang kemudian menjadi tradisi seni.

Tarian ini dikembangkan oleh Sari Truno sekitar tahun 1920 dengan gerakan yang menggabungkan unsur-unsur dari kesenian Islam seperti Rudat dan Hadrah dengan gerakan pencak silat. Tari yang akan disajikan saat ini digarap secara kelompok dengan tujuh orang penari putri.

Tari Glipang merupakan tarian yang biasa dilakukan oleh masyarakat Probolinggo, Jawa Timur. Tarian ini kemudian menjadi tradisi. Kesenian tari Glipang diwariskan secara turun-temurun. Tari Glipang menjadi salah satu ikon Kabupaten Probolinggo. (sa)