JATIMPOS.CO/MOJOKERTO — Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto mengakhiri proses panjang perkara dugaan rekayasa dokumen perceraian yang menyeret dua advokat asal Mojokerto, berinisial AKD dan EF. Dalam sidang putusan yang digelar terbuka di Ruang Cakra pada Senin (24/11/2025), majelis hakim menjatuhkan hukuman satu tahun penjara kepada keduanya.

Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Jenny Tulak, S.H., M.H. didampingi dua hakim anggota. Di hadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Satria Faza Andromeda, S.H. beserta tim dari Kejaksaan Negeri Kota Mojokerto, majelis membacakan amar putusan yang menyatakan kedua terdakwa terbukti melakukan rekayasa dokumen perceraian pasangan M. Jaelani dan Siti Maisaroh dalam proses di Pengadilan Agama Mojokerto.

Dalam pertimbangan hukum, majelis menegaskan bahwa AKD dan EF tidak hanya melanggar ketentuan pidana, tetapi juga mencederai integritas profesi advokat. Perbuatan yang dilakukan dinilai memenuhi unsur tindak pidana sumpah palsu dan pemberian keterangan palsu sebagaimana diatur dalam Pasal 242 KUHP.

“Profesi advokat seharusnya menjunjung tinggi kepercayaan publik. Tindakan kedua terdakwa jelas merugikan masyarakat khususnya pihak yang berperkara,” tegas hakim anggota saat membacakan pertimbangan putusan.

Vonis satu tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim lebih ringan dibanding tuntutan JPU, yakni 1 tahun 3 bulan untuk AKD dan 1 tahun 2 bulan untuk EF. Meski demikian, baik pihak JPU maupun para terdakwa menyatakan menerima hasil putusan tersebut dan tidak mengajukan upaya hukum lanjutan.

Sementara itu, Siti Maisaroh, yang menjadi pelapor dalam kasus ini, menyampaikan kekecewaannya. Ia menilai hukuman yang dijatuhkan tidak sebanding dengan perbuatan kedua advokat yang dinilai sebagai pihak yang menginisiasi rekayasa perceraian dirinya dengan M. Jaelani.

Siti membandingkan vonis tersebut dengan putusan terhadap Didik Urip Suprapto, saksi yang terlibat dalam kasus sama dan sebelumnya telah dijatuhi hukuman 1,5 tahun penjara.

“Didik hanya saksi dan divonis satu setengah tahun karena memberikan keterangan palsu. AKD dan EF jelas aktor yang membuat rekayasa itu terjadi. Seharusnya hukumannya lebih berat,” ujar Siti Maisaroh.

Putusan ini sekaligus menutup rangkaian panjang persidangan yang sempat menarik perhatian publik Mojokerto, terutama karena melibatkan profesi advokat yang seharusnya menjadi penjaga integritas dalam proses hukum. (din).