JATIMPOS.CO/JAKARTA — Kalimat pendek yang diucapkan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, itu mungkin terdengar sederhana. Namun, maknanya panjang. “Apa yang sudah dicapai ini akan sampai di kantor pusat United Nations di New York,’’ tutur Rachmat Pambudy di hadapan para kepala daerah penerima Indonesia’s SDGs Action Awards 2025, Rabu (19/11/2025).
Di ruangan tempat penghargaan itu dibacakan, tepuk tangan hangat menggema. Di antara para penerima penghargaan, nama Kota Madiun menjadi yang paling mencuri perhatian. Untuk pertama kalinya, kota kecil di barat Madiun Raya itu meraih Terbaik I Indonesia’s SDGs Action Awards 2025 kategori pemerintah kota. Sebuah capaian yang membuat Madiun tidak hanya bersuara di tingkat nasional, tetapi juga masuk radar lembaga pembangunan internasional.
Lebih dari sekadar piagam, penghargaan tersebut diperintahkan langsung oleh Menteri PPN untuk dibukukan dan didaftarkan hingga ke kantor pusat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York. Langkah ini menjadi bagian dari kerja sama Bappenas dengan PBB dalam penguatan agenda pembangunan berkelanjutan.
Prestasi itu tidak datang tiba-tiba. Kota Madiun bersaing dengan 77 pemerintah kota lain dalam program Integrated Sustainable Indonesia Movement (I-SIM) 2025. Setiap daerah diminta menunjukkan inovasi yang berkontribusi pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Kota Madiun mengajukan satu inovasi unggulan: Sekolah Lapangan Pertanian dan Perikanan Berkelanjutan (Selapanan)—sebuah program pemberdayaan masyarakat dalam penguatan ketahanan pangan dengan memanfaatkan ruang terbatas di wilayah perkotaan.
Dalam penjurian akhir di Graha Surveyor Indonesia, Jakarta, Senin (17/11/2025), Wali Kota Madiun, Dr. Maidi, tampil memaparkan inovasi tersebut. Saat itu, Kota Madiun sudah berada di posisi Top 5 bersama Kota Jambi dan Kota Tegal. Namun hasil akhir melampaui ekspektasi.
“Kemarin kami sudah maksimal dalam penjurian dan optimistis tiga besar. Ternyata justru menjadi terbaik pertama,’’ kata Maidi.
Minimnya lahan menjadi persoalan klasik kota-kota di Indonesia. Kota Madiun tidak terkecuali. Dengan wilayah yang relatif kecil, kota ini harus mengandalkan kreativitas untuk memenuhi kebutuhan pangan warganya.
Program Selapanan menawarkan jawaban. Melalui pelatihan intensif, warga belajar mengoptimalkan pekarangan, ruang sempit, hingga kolam-kolam mini untuk produksi sayur dan ikan. Pendekatan ini dinilai juri sebagai model pemberdayaan yang tepat guna, inklusif, dan selaras dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Tidak berlebihan bila Bappenas menilai inovasi ini memiliki daya tulis dan daya tular yang tinggi—bukan hanya ke daerah lain, tetapi hingga menjadi referensi di forum internasional.
Bagi Kota Madiun, penghargaan ini menjadi energi baru. Wali Kota Maidi menganggap capaian tersebut sejalan dengan visi kota: Madiun Maju Mendunia.
“Ini sebuah kemajuan untuk kota kita. Tidak hanya meraih penghargaan di tingkat nasional, tetapi juga membuka jalan ke level internasional,’’ ujarnya.
Di lingkup lebih luas, pengakuan ini menandai posisi baru Madiun dalam peta pembangunan berkelanjutan nasional. Kota yang dahulu identik sebagai kota persinggahan kini tampil sebagai laboratorium inovasi perkotaan.
Pencatatan prestasi itu di PBB bukan penutup cerita. Justru menjadi permulaan tanggung jawab baru. Dengan pengakuan tersebut, Kota Madiun memiliki peluang lebih besar untuk bekerja sama dalam jaringan pembangunan global, sekaligus memperluas praktik baik Selapanan ke banyak kelurahan.
“Ini bukti kerja keras kita bersama. Semoga ke depan prestasi yang kita raih bisa semakin meningkat,’’ kata Maidi.
Sementara di kantor Bappenas, Rachmat Pambudy menutup acara dengan satu pesan sederhana yang mengandung harapan besar: “Tularkan kemenangan ini kepada masyarakat.”
Sebuah ajakan agar inovasi tidak berhenti di panggung penghargaan, melainkan tumbuh di halaman-halaman rumah warga, tempat masa depan kota sesungguhnya dibangun. (Adv/jum).