JATIMPOS.CO/SURABAYA - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyampaikan Nota Penjelasan atas Jawaban Gubernur terhadap Pandangan Umum Fraksi-Fraksi DPRD Provinsi Jawa Timur dalam rapat paripurna yang digelar di Gedung DPRD Jatim, Surabaya, Rabu (24/4).
Dalam paparannya, Khofifah menjawab sejumlah pertanyaan, usulan, dan masukan dari anggota dewan yang mencakup 11 Indikator Kinerja Utama (IKU) Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Menanggapi pertanyaan dari Fraksi PPP-PSI, PDIP, Gerindra, dan PKS, terkait laju pertumbuhan ekonomi Jatim, Khofifah menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tahun 2024 tetap menunjukkan tren positif meskipun berada di tengah tekanan perlambatan ekonomi global.
“Sebagai salah satu kontributor penyumbang perekonomian terbesar kedua di Pulau Jawa dengan kontribusi mencapai 25,23 persen dan nasional sebesar 14,39 persen terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, perekonomian Jawa Timur tetap tumbuh baik sebesar 4,93 persen,” ujarnya.
Terkait ketimpangan pembangunan antarwilayah, Khofifah menyampaikan indeks Theil Jawa Timur tahun 2024 tercatat 0,3324 atau terjadi penurunan ketimpangan sebesar 0,0016 poin. Menurutnya, Pemprov Jatim terus memperkuat pembangunan wilayah terpencil dan pedesaan melalui sinergi program “Jatim Akses” dan “Jatim Agro”.
Khofifah juga menanggapi soal indeks gini yang menunjukkan tingkat ketimpangan pengeluaran. Tahun 2024, indeks gini Jatim berada di angka 0,373 yang artinya ketimpangan pengeluaran masyarakat Jatim tergolong sedang.
“Pemprov sangat memahami pentingnya mengatasi ketimpangan ekonomi antar masyarakat untuk memastikan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan. Oleh karena itu, Pemprov Jatim terus berkomitmen melakukan perbaikan dalam arah kebijakan prioritas Nawa Bhakti Satya – Jatim Kerja, Jatim Sejahtera, dan Jatim Agro,” Ujar Khofifah.
Menanggapi pertanyaan Fraksi Partai Gerindra terkait disparitas kemiskinan desa–kota yang masih mencapai 6,18 persen, Khofifah menjelaskan bahwa meski tren kemiskinan menurun pasca-pandemi, penurunan di wilayah perdesaan berlangsung lebih lambat dibanding perkotaan.
“Periode September 2022 – Maret 2024, kemiskinan perdesaan turun 0,60 persen poin, sedangkan perkotaan turun 0,66 persen. Masih tingginya kemiskinan perdesaan ini karena mayoritas penduduk desa memiliki mata pencaharian sebagai petani atau buruh tani dengan sekitar 60 persen kepala rumah tangga rata-rata berpendidikan SD dan SMP yang menyebabkan tidak dapat berkompetisi untuk pekerjaan di sektor formal,” terang Khofifah.
Ia menambahkan bahwa upah di sektor informal cenderung tidak mengikuti inflasi, berbeda dengan sektor formal yang terikat pada penyesuaian upah minimum. Kondisi ini menjadi salah satu tantangan utama dalam mempercepat pengurangan kemiskinan di desa.
Terkait pertanyaan Fraksi NasDem mengenai pelatihan berbasis industri, Khofifah menjelaskan bahwa Pemprov Jatim terus mendorong penguatan vokasi yang relevan dengan dunia usaha dan industri (DUDIKA).
“Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi,” ujar Khofifah.(zen)