JATIMPOS.CO/SURABAYA – Komisi E DPRD Jawa Timur menggelar rapat dengar pendapat (hearing) bersama dua komunitas guru madrasah, yakni Persatuan Guru Madrasah Indonesia (PGMI) Pusat dan Asosiasi Guru Madrasah Indonesia (AGMI) Jawa Timur, pada Kamis (24/4), di Gedung DPRD Jatim, Surabaya.

Rapat ini bertujuan mendengar aspirasi guru madrasah terkait diskriminasi yang mereka alami dibandingkan guru sekolah umum, serta mendorong percepatan afirmasi melalui kerja sama lintas instansi.

Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Hikmah Bafaqih dari Fraksi PKB, menyampaikan bahwa rapat ini menjadi wadah bagi guru madrasah untuk "mengetuk pintu" pemerintah provinsi melalui DPRD.

“Mereka ingin ada respon yang lebih baik dari pemerintah terhadap kebutuhan guru madrasah,” ujar Hikmah. Ia menyoroti adanya diskriminasi struktural antara madrasah dan sekolah umum, yang terlihat dari ketimpangan dalam Program Indonesia Pintar (PIP), proses kesejahteraan guru, hingga kecepatan birokrasi antara Kementerian Agama (Kemenag) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).

“Perlakuan negara memang diskriminatif. Ini tadi terkonfirmasi dan terbuka disampaikan dalam rapat bersama Dinas Pendidikan dan Bappeda. Banyak hal berbeda, seperti jumlah penerima PIP yang tidak sama dan kesejahteraan guru madrasah yang tertinggal,” ungkap Hikmah.

Untuk mengatasi masalah ini, Komisi E mengusulkan Dinas Pendidikan Jawa Timur untuk menggelar pertemuan rutin setiap semester dengan Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenag yang membidangi pendidikan madrasah.

“Pertemuan ini penting untuk berbagi informasi dan merumuskan solusi bersama, karena Indikator Kinerja Utama (IKU) pendidikan juga mencakup madrasah. Pemerintah provinsi tidak bisa lepas tangan,” tegas Hikmah.

Komisi E juga mendorong peningkatan kompetensi guru madrasah, termasuk guru bidang studi dan bimbingan konseling (BK), dengan memanfaatkan anggaran Dinas Pendidikan.


“Standar antara madrasah dan sekolah umum harus disamakan. Selama ini, Dinas Pendidikan dan Kanwil Kemenag jarang bertemu. Alhamdulillah, ada komitmen untuk pertemuan minimal sekali per semester,” tambahnya.

Selain itu, sejumlah agenda nasional akan diperjuangkan ke pemerintah pusat, termasuk membuka akses Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) bagi guru madrasah swasta.

“Guru sekolah swasta sudah bisa menjadi PPPK, tapi guru madrasah swasta belum. Ini butuh perubahan UU ASN, yang tidak sederhana,” jelas Hikmah.

Ia juga menyebutkan upaya memperjuangkan peningkatan alokasi PIP, Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan pengulangan keberhasilan program Bantuan Pendidikan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOPP) untuk Madrasah Aliyah negeri dan swasta seperti pada 2021.

Hikmah berharap langkah-langkah ini dapat memperpendek kesenjangan antara madrasah dan sekolah umum.

“Sedikit demi sedikit, kita perbaiki. Kita buang jarak itu agar guru madrasah mendapat perlakuan setara,” pungkasnya.(zen)