JATIMPOS.CO/BONDOWOSO. Pemerintah Kabupaten Bondowoso menegaskan bahwa penyelesaian persoalan lahan di wilayah Ijen, termasuk kasus dugaan penebangan ribuan pohon kopi oleh orang tak dikenal (OTK), akan dilakukan secara utuh dan berimbang melalui pendekatan humanis serta musyawarah.
Kasus dugaan perusakan itu terjadi di areal perkebunan seluas sekitar 4,6 hektare di Desa Kaligedang, Kecamatan Ijen. Sekitar 6.661 pohon kopi berusia tiga tahun dilaporkan ditebang oleh OTK. Namun, di balik kasus ini, terdapat persoalan lama yang berkaitan dengan status lahan Hak Guna Usaha (HGU) dan aspirasi masyarakat sekitar.
Sekretaris Daerah (Sekda) Bondowoso, Fathur Rozi, menegaskan bahwa pemerintah bersama Forkopimda terus berupaya mencari solusi terbaik yang tidak hanya berpihak pada satu kepentingan. Persoalan ini, kata dia, sudah lama menjadi perhatian serius dan telah dibahas dalam berbagai rapat lintas instansi.
" Kita melihatnya itu secara utuh, tidak dari satu perspektif. Persoalan ini sudah lama, dan pemerintah bersama Forkopimda berkali-kali melakukan rapat untuk penyelesaiannya. Pada rapat terakhir, sudah dipetakan delapan zona. Hari ini zona satu di Kampung Baru dan Kampung Malang sudah klir relokasinya," Katanya usai rapat bersama Forkopimda Bondowoso,di Peringgitan Bupati setempat, Senin (14/10/2025).
Fathur menambahkan, masih ada tujuh zona lain yang kini tengah dalam proses pembahasan bersama masyarakat dan pihak PTPN.
Ia menegaskan pemerintah tidak melakukan pembiaran, melainkan berupaya menjaga kondusivitas daerah dengan prinsip kemaslahatan bersama.
" Forkopimda ingin Bondowoso ini tetap kondusif. Pak Ketua DPRD selalu di depan mengawal dan mengayomi kepentingan rakyat. Aspirasi pembatalan HGU boleh saja, tapi harus dikaji mendalam dari berbagai perspektif, baik regulasi maupun budaya," jelasnya.
Terkait langkah hukum yang diambil pihak PTPN atas dugaan penebangan kopi, Sekda menilai penyelesaian secara kekeluargaan tetap harus diutamakan.
" Harusnya diselesaikan secara kekeluargaan. Upaya hukum memang ada, tapi yang utama adalah penyelesaian persuasif. Pendekatan humanis dengan win-win solution tetap jadi prioritas," Pungkasnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Bondowoso Ahmad Dhafir menyampaikan bahwa persoalan Ijen bukan hal baru. Ia mengaku sudah terlibat komunikasi dengan tokoh-tokoh masyarakat di wilayah itu sejak 20 tahun lalu.
" Saya sejak 2004 sudah sering komunikasi dengan warga di sana. Forkopimda sudah rapat lima kali untuk membahas penyelesaian kasus ini. Masalahnya, data dari PTPN sering tidak valid," ujarnya.
Dhafir mencontohkan, pada zona satu di Desa Sempol dan Kalisat, awalnya disebut hanya ada 4 hektare lahan pengganti untuk enam penggarap, namun ternyata mencapai 14 hektare dengan 18 penggarap. Hal itu menunjukkan pentingnya transparansi dan pendataan yang akurat.
Dhafir juga menyinggung soal pembatalan HGU yang dinilai tidak bertentangan dengan undang-undang selama memenuhi syarat tertentu, terutama jika lahan tidak digunakan sesuai peruntukan dalam waktu dua tahun.
" Ada sekitar 7.800 hektare HGU yang seharusnya ditanami kopi, tapi 3.000 hektare ditanami hortikultura. Kalau HGU dibatalkan oleh pertanahan, maka tanah itu kembali jadi tanah negara dan bisa dimohonkan masyarakat," ungkapnya.
Forkopimda, lanjutnya, akan bertindak sebagai saksi dalam kesepakatan antara PTPN dengan masyarakat untuk penyelesaian lahan yang sudah mencapai tahap akhir di zona satu.
" Israel dan Palestina saja bisa berdamai, apalagi kita di Bondowoso. Yang penting ada itikad baik dan data yang jelas," pungkasnya. (Eko)