JATIMPOS.CO/SURABAYA — Wakil Ketua Komisi D DPRD Jawa Timur Khusnul Arif menilai potensi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di kota-kota besar Jatim sangat terbuka, khususnya Surabaya, Malang Raya, dan wilayah Gerbangkertosusila.
“Surabaya, Malang, hingga Gerbangkertosusila memiliki timbulan sampah besar dan terpusat di TPA, sehingga potensial untuk PLTSa,” kata Khusnul saat diwawancarai di Surabaya, Selasa (28/10/2025),
Ia menyebut dukungan regulasi sudah tersedia melalui Perda No.9/2022 tentang Pengelolaan Sampah Regional, namun realisasinya bergantung komitmen daerah, kemitraan swasta, dan pilihan teknologi yang ramah lingkungan.
“Meskipun demikian potensi ini wajib mempertimbangkan aspek kuantitas, teknis, ekonomi, dan sosial di masing-masing kabupaten/Kota,” imbuhnya.
Berdasarkan pantauan Khusnul, sejumlah wilayah memiliki skala yang layak. Surabaya menghasilkan sekitar 1.500–1.800 ton sampah per hari dan telah mengoperasikan PLTSa Benowo. Malang Raya (Kab/Kota Malang, dan Kota Batu), diperkirakan 1.200 ton per hari dengan TPA Supit Urang yang mulai over-load. Kawasan Gerbangkertosusila (Sidoarjo, Gresik, Lamongan, Mojokerto kabupaten/kota) berkisar 2.000 ton per hari.
“Peran PLTSa Benowo perlu ditingkatkan karena volume sampah Surabaya terus naik,” ujarnya. Ia menegaskan penguatan peran fasilitas eksisting mendesak dilakukan seiring pertumbuhan penduduk dan konsumsi.
Sedangkan untuk rencana PLTSa di Kabupaten Trenggalek, Khusnul menilai pendekatan teknologinya perlu disesuaikan dengan skala timbulan.
Ia menyebut estimasi 302 ton per hari belum mencapai ekonomi minimum PLTSa konvensional di atas 1.000 ton per hari, sehingga alternatif seperti biogas TPA atau pemanfaatan sampah sebagai substitusi bahan bakar dapat dipertimbangkan.
“Teknologi harus sesuai kapasitas daerah; tidak semua harus PLTSa,” tegasnya. Ia menambahkan keterlibatan pemangku kepentingan lintas kewenangan—daerah, pusat, dan PLN—penting untuk memastikan integrasi dari hulu ke hilir.
Khusnul juga mendorong partisipasi sektor swasta melalui skema pengembang atau independent power producer (IPP) yang membangun dan mengoperasikan fasilitas.
“Selain itu Swasta juga berperan dalam menyediakan teknologi mutakhir, pembiayaan investasi, dan kemitraan, sementara pemerintah berperan menciptakan kerangka regulasi, termasuk skema pembelian listrik oleh PLN dan tarif yang menjamin pengembalian investasi,” pungkas Khusnul.(zen)