JATIMPOS.CO/SURABAYA — Telkom University Surabaya menggelar bedah buku “3 Sahabat Punya Cerita” pada Selasa (21/10/2025), pukul 09.00 WIB di Aula Gedung Utama, sebagai forum akademik untuk memperkuat budaya literasi sivitas kampus melalui kajian isi dan gagasan penulis.
Mengusung tema presentasi “Menelaah Perjalanan Jiwa Sebuah Fiksi”, pemateri Okin Lazuardi membuka paparan dari definisi literasi—kemampuan membaca, menulis, dan mengenali ide secara visual—sebagai fondasi memahami karya dan realitas.
Pada literasi teater, Okin membedah beberapa pendekatan: drama absurd yang mengeksplorasi “ketidakbermaknaan” lewat plot tak logis, dan realis yang meniru perilaku manusia dengan dialog natural.
Ia juga menyentuh komedi dan musikal sebagai bentuk yang menggabungkan dialog, humor, lagu, dan tarian untuk menyampaikan emosi serta cerita.
Pada literasi film, ia menekankan kapasitas menafsirkan bahasa visual, struktur dramatik, serta konteks budaya dan produksi—serta kemampuan mengenali ragam genre dalam proses penciptaan.
Di literasi sastra, fokus diarahkan pada pengembangan imajinasi lewat puisi, cerpen, novel, dan esai, termasuk peluang kolaborasi dengan medium film.
“Literasi sastra adalah kemampuan untuk membaca, memahami, menafsirkan, dan menganalisis karya sastra, serta mengembangkan keterampilan berbahasa dan estetika melalui kegiatan membaca dan menulis karya sastra,” jelas Okin.
Masuk ke literasi novel, materi menyoroti definisi dan ciri: bentuk prosa panjang, tema serta alur yang kompleks, dan narasi yang diperkuat deskripsi serta dialog. Alur cerita berkembang—bisa maju-mundur—dengan banyak tokoh dan latar.
“Hal yang ditunggu-tunggu dari novel adalah perubahan nasib yang dialami tokohnya. Apakah berakhir lebih baik atau justru sebaliknya. Pembaca berharap akhir yang memuaskan setelah membaca beratus-ratus halaman,” ujar Okin.
Novel kedua Okin ini (3 Sahabat Punya Cerita) mengangkat tema persahabatan, pengkhianatan, cinta, dan masa depan. Prolog menempatkan tiga tokoh—Wildan, Wuhan, dan Wesley—yang berjumpa di Asrama Pusdik, Jawa Timur, sebagai poros awal konflik.
Ringkasan alur pada materi menyebut konflik meningkat hingga insiden perusakan pesta pernikahan, yang menyeret konsekuensi hukum dan menguji pilihan hidup tokoh-tokohnya.
“Buku ini menceritakan persahabatan, percintaan sekaligus pengkhianatan. Karna bagaimanapun, persahabatan itu suka dan duka,” kata Okin, menyinggung tensi yang memuncak pada hari resepsi pernikahan dalam novel.
Dari Baca ke Tulis: Agenda Literasi Kampus
Selain membahas karya, Okin menautkan acara ini dengan tujuan akademik penguatan budaya baca-tulis.
“Acara ini bagian dari literasi, dari budaya baca menuju budaya tulis. Harapannya menjadi jembatan agar mahasiswa lebih mudah menulis jurnal atau paper,” ujarnya sambil mengingatkan pentingnya riset singkat dan catatan baca—bukan hanya bersandar pada literatur daring.
Paparan itu selaras dengan mandat acara yang dirancang sebagai forum mengkaji gagasan dan mengaitkannya dengan realitas, agar literasi tidak hanya berhenti pada membaca, melainkan berbuah refleksi dan karya.
Kepala Bagian Pelayanan Akademik Telkom University Kampus Surabaya, Hendy Briantoro, S.ST., M.T., Ph.D., menegaskan arah kebijakan literasi kampus.
“Ini langkah awal meningkatkan literasi baca tulis mahasiswa, harapan berikutnya bukan cuma membaca, tapi mahasiswa juga menulis buku dan menerbitkan karya,” katanya.(zen)