JATIMPOS.CO/JAKARTA – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Madiun, Luky Noviana Yuliasari. Ia dinyatakan melanggar kode etik penyelenggara pemilu karena terbukti masih aktif sebagai pengurus partai politik saat mencalonkan diri sebagai komisioner.
Putusan tersebut dibacakan dalam sidang pembacaan putusan terhadap sebelas perkara pelanggaran etik yang digelar di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Senin, 16 Juni 2025. “DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu karena terbukti melanggar kode etik sebagai penyelenggara pemilu,” kata Ketua Majelis DKPP, Heddy Lugito, saat membacakan putusan.
Luky menjabat sebagai Komisioner KPU Kabupaten Madiun Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat. Ia menjadi teradu dalam perkara Nomor 118-PKE-DKPP/III/2025.
Fakta persidangan menunjukkan Luky tercatat sebagai pengurus DPC Partai Demokrat Kabupaten Madiun periode 2022–2027. Namanya terdaftar dalam Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) sebagai Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Cabang (Badiklatcab), dengan Nomor KTA 1151912210038788. Posisi tersebut ditegaskan dalam SK DPP Partai Demokrat Nomor 596/SK/DPP.DP/DPC/XII/2022.
Selain data formal, Luky juga diketahui menghadiri perayaan ulang tahun ke-21 Partai Demokrat di kantor DPC Madiun dengan mengenakan atribut partai. Dalam sidang, ia mengklaim hadir sebagai instruktur senam, namun klaim tersebut tidak diperkuat oleh bukti maupun saksi. “Dalam batas penalaran yang wajar, tidak mungkin seseorang yang merasa namanya dicatut justru hadir dalam kegiatan partai,” ujar anggota majelis, Muhammad Tio Aliansyah.
DKPP menyatakan Luky melanggar sejumlah pasal dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017, termasuk Pasal 6 ayat (2) huruf a, b, dan d, serta Pasal 16 huruf a tentang kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.
Ketua KPU Kabupaten Madiun, Nur Anwar, menyatakan putusan DKPP bersifat final dan mengikat. “Putusan DKPP ini seperti putusan Mahkamah Konstitusi, tidak ada upaya banding. KPU RI diberi waktu tujuh hari untuk mengeksekusi,” ujar Anwar. Ia mengatakan hingga kini pihaknya belum menerima salinan resmi putusan tersebut. “Kami baru menyaksikan prosesnya melalui siaran langsung sidang DKPP,” ujarnya. (jum).