JATIMPOS.CO//SURABAYA- Negeri Mpu Tantular di Sidoarjo melakukan Kajian Koleksi Etnografi Koleksi Batik Khas Sidoarjo. Kegiatan berlangsung Kamis hingga Sabtu (7 – 9 Juli 2022). Maksud dari kegiatan ini adalah melakukan penelitian secara mendalam pada batik Sidoarjo, koleksi Museum Mpu Tantular.
“Penelitian mendalam baik secara fisik, maupun makna, fungsi dan nilai nilai filosofi batik yang tercermin dari berbagai ornament dan warna batik. Dengan tujuan untuk mengumpulkan data dan melengkapi data serta informasi baik secara tertulis maupun visual berupa foto sesuai yang diharapkan, untuk mendukung data koleksi maupun sebagai data pelengkap koleksi yang lainnya,” kata Dra. Nina Rossiana, M.Si., Penanggung Jawab Kegiatan yang juga Kepala UPT Museum Mpu Tantular.
Mewakili Sinarto, S.Kar, MM, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadisbudpar) Jatim, Ka UPT Museum Mpu Tantular Dra. Nina Rossiana, M.Si., mengatakan, dari hasil kajian ini akan ditindaklanjuti dengan seminar bersama dengan para narasumber yang berasal dari akademisi supaya kita mendapatkan tambahan masukan dari apa saja yang sudah kita kaji.
“Nantinya akan kita lakukan pembuatan buku tentang Batik Sidoarjo Koleksi Museum Mpu Tantular yang akan dicetak dan disebarluaskan ke siswa dan masyarakat, serta mahasiwa yang bisa digunakan untuk bahan penelitian atau skripsi. Dan tahun ini ada 3 kajian yang akan kita lakukan yang pertama adalah batik, kemudian prasasri dan koleksi biologika dari sangiran, tengkorak manusia purba dari sangiran,” ujarnya.
Sejarah Batik Sidoarjo
BERDASARKAN laporan penelitian terapan hibah Dikti oleh Dr, Muslichah Emma Widiana (Universitas Bhayangkara Surabaya), Sra Kusni Hidayati, M. Si (Universitas Bhayangkara Surabaya) dan Karsam, S.Pd, MA., Ph. D (Universitas Dinamika) yang berjudul Model Pembelajaran Pengrajin Batik Melalui Pendekatan Standarisari Berbasis Teknologi Informasi Untuk Meningkatkan Daya Saing Revolusi Industri 4.0.
“Dijelaskan bahwa sejarah Batik Tulis Tradisional di Kabupaten Sidoarjo berpusat di Jetis yang sudah ada sejak tahun 1675. Batik ini mula-mula diajarkan oleh Mbah Mulyadi yang konon merupakan keturunan Raja Kediri yang lari Ke Sidoarjo. Bersama para pengawalnya, Mbah Mulyadi mengawali berdagang di Pasar Kaget yang kini dikenal dengan nama pasar Jetis,” ujar Dra. Nina Rossiana, M.Si..
Mulai masuk tahun 1950-an usaha Batik Jetis ini didirikan lagi oleh seorang wanita yang bernama Widiarsih (Bu Wida) dan banyak masyarakat kampung Jetis waktu itu masih menjadi pekerjanya. Usaha batik Tulis Widiarsih pada waktu itu telah menjadi perusahaan terbesar di kampung Jetis, sekaligus banyak yang mengakui kalau bisnisnya menjadi bisnis batik tertua di Kampung Jetis. Tahun 1970-an para mantan pekerja Widiarsih akhirnya memberanikan diri untuk membuat serta membuka bisnis batik tulis sendiri dirumahnya, yang akhirnya menjadi usaha masyarakat rumahan batik jetis tulis ini.
Dari sinilah usaha batik mulai menjadi usaha rumahan masyarakat Jetis. Usaha tersebut kemudian juga menjadi mata pencaharian utama mereka selama bertahun-tahun hingga sekarang. Sejak tahun 1975 Batik Jetis terkenal sebagai batik yang memiliki ciri khas warna berani seperti merah, kuning, hijau dan biru. Berbeda denga batik Solo dan Yogyakarta yang berwarna coklat atau sogan.
“Kampung Batik Jetis adalah salah satu kampung yang memiliki warisan budaya membatik. Di dalam kampung Jetis tersebar rumah para perajin batik yang merupakan salah satu sentra batik terbesar di Sidoarjo. Di kampug ini akan ditemukan bangunan-bangunan dengan arsitektur colonial yang cukup menarik denga jendela besar dan jeruji besi yang antik. Dapat kita bayangkan pada masa jayanya daerah ini cukup ramai dan banyak terdapat rumah para juragan batik beserta perajinya menempati daerah tersebut,” ujarnya.
Sementara itu Bapak Karsam, M. A., Ph. D. pemateri pada kegiatan itu mengemukakan, seiring dengan perkembangan penduduk, serta kian ramainya perdagangan di Pasar Jetis, kawasan ini banyak didatangi para pedagang dari luar daerah. Pedagang asal Madura yang semakin banyak berdagang di Pasar Jetis sangat menyukai batik tulis buatan warga Jetis.
“Mereka sering memesan batik tulis dengan permintaan motif dan warna khusus khas Madura. Itu sebabnya batik tulis asal jetis ini kemudian juga dikenal sebagai batik corak Madura,” ujarnya. (iz)